Sebenarnya, setelah Soeharto langser, hati kecil Amien Rais ingin kembali ke Muhammadiyah, untuk menekuni kegiatan dakwah, pendidikan dan sosial. Akan tetapi keinginannya harus berhadapan dengan tuntutan dan harapan yang terlanjur dipikul kepundaknya. Menurut Sekjen Komnas HAM Baharudin Lopa yang langsung menemuinya dikantor PP Muhammadiyah; “Amien sudah berhasil merobohkan, kini rakyat menunggu bagaimana ia membangun.” Bahkan dengan kalimat yang lebih lantang, Eep Saefullah Fatah dalam kolom majalah Ummat menyatakan: “jika Amin masih berfikir sebagai moralis an sich yang tak serius mengejar target kepemimpinan nasional, maka sebetulnya ia berkhianat kepada konstituen yang telah membesarkannya. Bahkan, bisa membuatnya tak bertanggung jawab, mengingat amanat sebagian (besar) publik belum tuntas ia tunaikan.” Pada Tabloid Adil dalam sebuah artikelnya berjudul Ijtihad dan Terobosan, Amien mengungkapkan perasaannya sebagai berikut; “Seandainya ada pilihan saya untuk kembali kekandang Muhammadiyah setelah Soeharto turun panggung, tentu saya akan mengambil pilihan ini dengan amat sangat gembira.
Namun rupanya dalam hidup ini ada pilihan yang seolah datang dari luar, sebagai tuntutan masyarakat kepada kita, yang akhirnya tidak bisa kita hindarkan.” Untuk memantapkan pilihannya, ia kemudian membawa kebimbangan ini kedalam rapat PP Muhammadiyah (ketika itu Amien Rais masih menjadi ketuanya). Hasilnya, sebagian mengharapkan ia meneruskan perjuangannya dengan cara terjun ke partai, sementara yang lainnya menganggap tugasnya sudah selesai, dan kini saatnya ia pulang kandang. Dalam dilema seperti inilah kemudian ia mengambil keputusan yang disebutnya sebagai “ijtihad politik” untuk terus berjuang lewat partai politik. Persoalan baru timbul, apakah harus membuat partai politik baru atau cukup bergabung dengang partai yang ada. Pada saat itu timbul desakan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI agar Amien mendirikan partai politik baru dan menolak bergabung dengan partai lama. Di dalam Majelis Amanat Rakyat (MARA) juga terjadi perdebatan yang makin lama semakin mengkristal. Apakah MARA tetap seperti bentuknya semula, yakni sebagai cabinet watch dog atau diubah menjadi partai politik. Kelompok pertama, merupakan kelompok yang menginginkan MARA tetap sebagaimana jati dirinya ketika dilahirkan. Dimotori oleh Zumrotin dan Syahbani Kacasungkana, bahkan karena sangat khawatirnya, sampai-sampai Ratna Sarumpaet menyatakan, kalau MARA berubah menjadi partai politik, maka ia akan kehilangan simpati dari masyarakat. Sedangkan kelompok kedua, merupakan kelompok yang menginginkan MARA berubah menjadi parpol. Yang paling Vokal dan gigih memperjuangkannya ide ini adalah Fikri Jufri, yang didukung oleh Ulil Absar Abdullah dan Ong Hok Ham. Fikri dan Ulil bahkan sudah siap dengan usulan yang lebih jauh, yakni memperjuangkan Amien Rasis menjadi presiden dalam pemilu mendatang. Bagi Ulil, fenomena pak Amien yang muncul pada saat itu belum tentu berulang dalam 50 tahun. Menurut pengamatannya, figur Amien Rais yang dinobatkan sebagai “gerbong” reformasi oleh berbagai media massa dan diakui sebagai tokoh reformasi oleh berbagai kalangan termasuk mahasiswa, memiliki sumber daya yang mendukung sangat kuat. Apalagi sampai saat itu belum ada satupun parpol yang berhasil memikat dirinya. Tanggal 5-7 Juli 1998, dilaksanakan Tanwir Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta utusan dari tingkat Wilayah (Provinsi). Amien sangat berharap Tanwir akan mengambil semacam keputusan yang dapat dijadikan pegangan untuk melangkah lebih lanjut. Dalam sidang komisi, mayoritas peserta menginginkan agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam keputusan resmi dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berubah menjadi parpol, juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat dan potensinya. Ketika memberikan sebuah penutupan Tanwir, Amien menyinggung kemungkinan lahirnya sebuah parpol baru dimana Syafi Ma’arif akan menjadi ketuanya. Hal yang sama diulanginya ketika konferensi pers dengan para wartawan yang hadir. Pak Syafi yang merasa belum pernah diajak bicara masalah ini merasa kaget. Tetapi saat dikonfirmasikan wartawan tentang pernyataan pak Amien, ia enggan berkomentar. Dalam pembicaraan-pembicaraan informal ia merasa ragu dan tidak yakin dapat menjalankan peran itu. Meskipun pak Amien terus berusaha meyakinkannya. Amien juga meminta bantuan Sandra Hamid dan Goenawan Mohammad untuk meyakinkannya. Tetapi, makin lama sikap pak Syafi semakin tegas untuk menolak. Sampai suatu saat ia menyampaikan pada pak Amien, ‘Anda sajalah yang ke partai, biar saya yang menjaga Muhammadiyah,’ ujarnya. Sekembalinya dari Malaysia dalam rangka memenuhi undangan Universitas Malaya serta bersilaturrahim dengan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan Wakil Perdana Mentri Anwar Ibrahim. Amien Rais berkunjung kerumah pak Anwar Harjono. Pada saat itu pak Anwar mengutarakan harapannya agar Amien mau mimimpin sebuah parpol yang sedang diproses oleh tokoh-tokoh DDII. Bahkan, ketika itu Yusril Ihza Mahendra yang sedang berada diluar kota, sempat menyampaikan dukungannya lewat telepon. Dalam ceramah ataupun wawancara dengan para wartawan, pak Amien juga menyinggung kemungkinan mendirikan parpol baru bersama Yusril. Namun bersamaan dengan itu, pak Amien selalu menyebutkan bahwa nama partai yang akan didirikannya adalah Partai Amanat Bangsa (PAB). Sebuah partai terbuka, yang akan mengakomodasi seluruh potensi bangsa. Tanggal 18 Juli pagi, pak Amien kembali berkunjung kerumah pak Anwar dengan ditemani Dawam Raharjo. Saat itu juga hadir tokoh-tokoh teras PPP, diantaranya: Buya Ismail, Hasan Metareum, Aisyah Amini dan Husein Umar. Saat itu mereka menawarkan pada pak Amien untuk bergabung dengan PPP. Husein Umar menyatakan bahwa bagaimanapun PPP adalah hasil fusi dari partai-partai Islam, karena itu pak Amien sebagai salah seorang tokoh umat, mempunyai kewajiban untuk menyelamatkannya. Sementara Dawam menentang keras usulan ini, bahkan secara tegas mendorong pak Amien agar segera membuat parpol baru. Tidak ada keputusan ataupun kesepakatan dalam pertemuan itu. Tanggal 20 Juli, sedianya pak Amien untuk datang kerumah pak Anwar utuk menghadiri pertemuan dengan tokoh-tokoh Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI). Tetapi karena sangat lelah dan kondisinya kurang sehat, setelah memberikan ceramah di Jawa Timur. Pak Amien menitipkan pesan yang dibacakan dalam pertemuan itu, diantaranya; ia menginginkan partai yang akan dibentuk bernama Partai Amanat Bangsa (PAB). Menurut pak Amien kata “amanat” memiliki makna spiritual dan mengandung pesan moral yang dalam. Setelah mendengar pesan pak Amien, pak Anwar kemudian menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Ia mulai dengan, menegaskan bahwa sejak awal partai yang dibentuk dimaksudkan dapat mempersatukan umat secara bulat. “Kalau ditanya, apakah partai ini nantinya akan memperkuat PPP?”, dengan nada bertanya. Kemudian dijawabnya sendiri, “maka jawabannya, jelas tidak” Kemudian beliau melanjutkan, “apakah akan menghidupkan Masyumi?, jawabnya ada dua. “Dengan nada datar beliau menegaskan, untuk menghindari polemik yang berlarut-larut dalam masalah ini, maka disepakati secara aklamasi sebuah kompromi pertama, Masyumi tidak akan hidup kembali. Yang dituntut, hanya sebatas pemulihan nama baik saja. Kedua, nama partai yang akan dilahirkan adalah Partai Bulan Bintang (PBB). Menurut pak Anwar, saat bertemu pak Amien, ketika nama tersebut disodorkan, ia tidak berkomentar. Hal ini kemudian disimpulakan bahwa pak Amien setuju. “Tapi, anehnya, mengapa, kepada media massa kok dia menyebut Partai Amanat Bangsa terus,” katanya. Dengan nada prihatin pak Anwar melanjutkan, orang-orang Golkar mengharapkan agar ia tetap memimpin Muhammadiyah saja. ” katanya lebih lanjut. Akhirnya rapat memutuskan bahwa nama PBB tidak akan dirubah, sedangkan AD dan ART yang sudah disusun oleh tim cukup lama tidak akan dibicarakan lagi. Mengingat, keinginan untuk mendirikan sebuah Partai Islam atau partai yang bernafaskan Islam sudah muncul sejak tahun 1996. jadi, usulan dari pak Amien tidak akan dibicarakan lagi. Tanggal 22 Juli, pak Amien menghadiri pertemuan MARA di hotel Borobudur. Hadir dalam acara membahas situasi politik terakhir ini, antara lain: Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpet, Zumrotin dan Ismet Hadad. Mereka kemudian, menyimpulkan bahwa terombang-ambingnya pak Amien disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya sikap yang tegas dari MARA. Apalagi cukup lama MARA tidak mengadakan pertemuan, sehingga banyak kejadian yang tidak disikapi. Dari hasil diskusi dan evaluasi kinerja MARA, Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA memersiapkan pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan moral. Tim kecil yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian dibentuk. Tanggal 23 Juli, pak Amien bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Dalam acara tersebut hadir antara lain: Bachtiar Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal Basir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir dan Sutrisno Bachir. Yusuf Syakir yang bertindak sebagai juru bicara menyampaikan bahwa PPP kini membutuhkan “suntikan darah segar”. Bergabungnya pak Amien diharapkan akan memberikan image baru sebagai partai reformis pada partai berlambang bintang ini. Mereka berjanji akan memperjuangkan pak Amien menjadi ketua PPP pada muktamar yang dipercepat. Sekiranya pak Amien merasa kurang pas dengan lambang atau nama yang digunakan saat itu, semuanya bisa diperjuangkan saat muktamar.Pak Amien hanya menjawab, akan mempelajari dan menimbang-nimbang lebih dulu. Tanggal 27 Juli, pak Amien kembali menghadiri pertemuan MARA di Galeri Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Goenawan Mohammad, Mukhtar Pabottinggi dan Albert Hasibuan. Selesai pertemuan, diadakan konferensi pers. Dalam kesempatan ini pak Amien menyinggung lagi tentang rencana pendirian partai, ia menyebut bahwa platform partai, saat itu sedang dipersiapkan lebih lanjut, diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin oleh Mukhtar, hukum oleh Albert, sedangkan Economi oleh Anggito Abimanyu dan Faisal Basri. Seusai acara, pak Amien menemui Goenawan dan berbicara empat mata. Pak Amien menceritakan lamaran tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya. Ternyata Goenawan memberikan respon positif. Pak Amien kemudian berfikir, bagaimana mengawinkan partai yang akan dilahirkan MARA dengan PPP yang akan direformasi. Pak Amien kembali bertemu tokoh di Pondok Indah. Dalam kesempatan ini ia mengutarakan, ia tertarik untuk bergabung dengan PPP. Namun katanya, ibarat rumah, PPP perlu banyak kamarnya, diperluas ruang tamunya, diperbesar dapurnya, karena akan dihadirinya penghuni baru, tanpa menggusur yang lama. Kalau perlu labelnya diganti, agar lebih menarik. Menanggapi usulan pak Amien, Yusuf Syakir sebagai juru bicara PP, menyampakan bahwa teman-temannya untuk menjadi anggota Majelis Pakar. Usai pertemuan pak Amien langsung berangkat menuju kantornya Amin Aziz di Tebet. Disitu telah menunggu Syafi Ma’arif, Sutrisno Muhdam, A.M.Fatwa dan Dawam Raharjo. Mereka mendiskusikan untung dan ruginya membuat partai baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan partai baru maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan didirikan MARA dapat merger dengan PPP. Tanggal 3 Agustus, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Yusuf Syakir, Aisyah Amini, Tosari Wijaya, Bachtiar Hamzah, Ali Hardi Kiai Demak, Faisal Baasir dan Salahuddin Wahid. Sementara pak Amien ditemani oleh Sutrisno Bachir. Dalam pertemuan ini, kemungkinan pak Amien bergabung dengan PPP semakin kongkrit. Yusuf Syakir selaku juru bicara, menyampaikan hal-hal yang lebih lebih kongkrit dibanding pertemuan sebelumnya. Pertama, ia menyatakan bahwa Buya Ismail, Hasan Metarium sudah menyatakan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Ketua PPP. Kedua, masalah nama partai dapat ditinjau kembali, meskipun mayoritas masih ingin mempertahankan nama PPP. Ketiga, bersama pak Amien yang akan diusulkan sebagai Ketua Majelis Pakar, ada nama-nama seperti Baharuddin Lopa, Ahmad Bagja, Fuad Bawazir, Goenawan Mohamad dan Salahuddin Wahid sebagai anggota. Tanggal 5 Agustus, pak Amien menghadiri pertemuan yang dilaksanakan di Wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mohtar Mas’ud, Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet diwakili oleh Amin Aziz, Dawam Raharjo, A.M.Fatwa, Abdillah Toha dan A.M.Lutfi. Ketiga, kelompok MARA diwakili oleh Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Zumrotin, Nusyahbani Kacasungkana dan Ismed Haddad. Pak Amien berada disini sebentar, karena ia harus segera kebandara Soekarno-Hatta untuk pergi keluar negri bersama Syafi’i Ma’arif. Ada dua Agenda besar yang harus dirumuskan dalam pertemuan ini. Pertama, menyusun platform partai. Kedua, menyepakati formatur yang akan ditugasi untuk menyusun kepengurusan. Melalui voting, nama partai kemudian disepakati sebagai Partai Amanat Nasional (disingkat PAN). Ketua formatur ditetapkan M.Amien Rais, dengan delapan anggota, antara lain: Goenawan Mohamad, Zumrotin, Abdillah Toha, A.M.Lutfi, Ismed Haddad, Albert Hasibuan dan Rizal Panggabean. Sepulang dari luar negri, pak Amien diminta menandatangani “surat kesediaan” untuk duduk di Majelis Pakar PPP. Beberapa media massa menyiarkan bergabungnya pak Amien ke PPP sendiri. Dengan rencana bergabungnya pak Amien ke PPP, Mereka yang telah berkumpul di Wisma Tempo merasa gelisah mendengar berita itu. Mereka berusaha menemui pak Amien untuk mendapatkan penjelasan kebenaran berita tersebut, selain keinginan segera menyampaikan hasil pertemuan yang sudah disepakati. Saat itu pak Amien dikitari orang.orang tertentu, sehingga tidak mudah ditemui. Beberapa hari kemudian, muncul beberapa nada sumbang dari tokoh-tokoh PPP sendiri dengan rencana bergabungnya pak Amien. Selain itu, dari hasil jejak pendapat yang dilaksanakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo, ternyata mayoritas warga Muhammadiyah menginginkan Pak Amien mendirikan partai sendiri. Dari DKI Jakarta, juga datang surat resmi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang mendesak agar pak Amien mendirikan partai sendiri. Dengan perjuangan khusus, Rizal Panggabean dan A.M Fatwa akhirnya berhasil menemui pak Amien, saat bersiap-siap untuk tampil dalam sebuah acara di TV swasta. Dan mereka menyampaikan hasil pertemuan di Sirnagalih. Tanggal 13 Agustus malam, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Ada sekitar sepuluh tokoh PPP hadir malam itu. Yusuf Syakir memulai dengan sebuah kiasan, katanya “Pak Amien, ibarat orang pacaran, kini kita sudah menikah, maka itu diharapkan pak Amien tidak lagi melirik gadis lain.” Dengan kiasan juga pak Amien menjawab;” dalam Islam kan boleh kawin dua.” Pak Amien kemudian menyinggung komentar beberapa petinggi PPP yang bernada negatif tentang rencana itu. Meskipun Yusuf Syakir dan kawan-kawan berusaha meyakinkan bahwa komentar yang dimaksud bukan berarti menentang. Juga ia mengingatkan, apapun yang ingin dicapai, semua memerlukan perjuangan. Keesokan harinya, pak Amien muncul di TV mengutarakan rencananya untuk mendirikan partai baru. Sebuah partai terbuka, lintas agama dan lintas etnik. Diharapkan bisa dilaksanakan bertepatan dengan hari kemerdekaan. Tetapi, karena faktor etnis, akhirnya deklarasi baru bisa dilaksanakan pada 23 Agustus 1998, di Istora Senayan. Puluhan ribu masa berjubel menghadirinya. Puluhan tokoh-tokohnya tampil dipanggung, melambai-lambaikan tangan menyambut riuhnya tepuk tangan hadirin saat itu. Kini PAN sudah berusia enam tahun. Dalam usia belia sudah mampu melalui ujian pertamanya dengan keberhasilannya menempatkan 34 orang kadernya sebagai anggota DPR RI, sehingga PAN termasuk lima besar pemenang pemilu 1999. Tahun 2004 juga lima besar dengan 53 anggota. Ujian berikutnya, bagaimana wakil-wakil PAN berkiprah baik di DPR RI, DPRD I atau DPRD II untuk memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai yang dijanjikan ketika kampanye dulu. Kalau hal ini berhasil dilalui dengan baik, insya Allah dalam pemilu mendatang rakyat akan memberikan kepercayaan yang lebih besar pada partai reformis ini.
Namun rupanya dalam hidup ini ada pilihan yang seolah datang dari luar, sebagai tuntutan masyarakat kepada kita, yang akhirnya tidak bisa kita hindarkan.” Untuk memantapkan pilihannya, ia kemudian membawa kebimbangan ini kedalam rapat PP Muhammadiyah (ketika itu Amien Rais masih menjadi ketuanya). Hasilnya, sebagian mengharapkan ia meneruskan perjuangannya dengan cara terjun ke partai, sementara yang lainnya menganggap tugasnya sudah selesai, dan kini saatnya ia pulang kandang. Dalam dilema seperti inilah kemudian ia mengambil keputusan yang disebutnya sebagai “ijtihad politik” untuk terus berjuang lewat partai politik. Persoalan baru timbul, apakah harus membuat partai politik baru atau cukup bergabung dengang partai yang ada. Pada saat itu timbul desakan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI agar Amien mendirikan partai politik baru dan menolak bergabung dengan partai lama. Di dalam Majelis Amanat Rakyat (MARA) juga terjadi perdebatan yang makin lama semakin mengkristal. Apakah MARA tetap seperti bentuknya semula, yakni sebagai cabinet watch dog atau diubah menjadi partai politik. Kelompok pertama, merupakan kelompok yang menginginkan MARA tetap sebagaimana jati dirinya ketika dilahirkan. Dimotori oleh Zumrotin dan Syahbani Kacasungkana, bahkan karena sangat khawatirnya, sampai-sampai Ratna Sarumpaet menyatakan, kalau MARA berubah menjadi partai politik, maka ia akan kehilangan simpati dari masyarakat. Sedangkan kelompok kedua, merupakan kelompok yang menginginkan MARA berubah menjadi parpol. Yang paling Vokal dan gigih memperjuangkannya ide ini adalah Fikri Jufri, yang didukung oleh Ulil Absar Abdullah dan Ong Hok Ham. Fikri dan Ulil bahkan sudah siap dengan usulan yang lebih jauh, yakni memperjuangkan Amien Rasis menjadi presiden dalam pemilu mendatang. Bagi Ulil, fenomena pak Amien yang muncul pada saat itu belum tentu berulang dalam 50 tahun. Menurut pengamatannya, figur Amien Rais yang dinobatkan sebagai “gerbong” reformasi oleh berbagai media massa dan diakui sebagai tokoh reformasi oleh berbagai kalangan termasuk mahasiswa, memiliki sumber daya yang mendukung sangat kuat. Apalagi sampai saat itu belum ada satupun parpol yang berhasil memikat dirinya. Tanggal 5-7 Juli 1998, dilaksanakan Tanwir Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta utusan dari tingkat Wilayah (Provinsi). Amien sangat berharap Tanwir akan mengambil semacam keputusan yang dapat dijadikan pegangan untuk melangkah lebih lanjut. Dalam sidang komisi, mayoritas peserta menginginkan agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam keputusan resmi dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berubah menjadi parpol, juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat dan potensinya. Ketika memberikan sebuah penutupan Tanwir, Amien menyinggung kemungkinan lahirnya sebuah parpol baru dimana Syafi Ma’arif akan menjadi ketuanya. Hal yang sama diulanginya ketika konferensi pers dengan para wartawan yang hadir. Pak Syafi yang merasa belum pernah diajak bicara masalah ini merasa kaget. Tetapi saat dikonfirmasikan wartawan tentang pernyataan pak Amien, ia enggan berkomentar. Dalam pembicaraan-pembicaraan informal ia merasa ragu dan tidak yakin dapat menjalankan peran itu. Meskipun pak Amien terus berusaha meyakinkannya. Amien juga meminta bantuan Sandra Hamid dan Goenawan Mohammad untuk meyakinkannya. Tetapi, makin lama sikap pak Syafi semakin tegas untuk menolak. Sampai suatu saat ia menyampaikan pada pak Amien, ‘Anda sajalah yang ke partai, biar saya yang menjaga Muhammadiyah,’ ujarnya. Sekembalinya dari Malaysia dalam rangka memenuhi undangan Universitas Malaya serta bersilaturrahim dengan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan Wakil Perdana Mentri Anwar Ibrahim. Amien Rais berkunjung kerumah pak Anwar Harjono. Pada saat itu pak Anwar mengutarakan harapannya agar Amien mau mimimpin sebuah parpol yang sedang diproses oleh tokoh-tokoh DDII. Bahkan, ketika itu Yusril Ihza Mahendra yang sedang berada diluar kota, sempat menyampaikan dukungannya lewat telepon. Dalam ceramah ataupun wawancara dengan para wartawan, pak Amien juga menyinggung kemungkinan mendirikan parpol baru bersama Yusril. Namun bersamaan dengan itu, pak Amien selalu menyebutkan bahwa nama partai yang akan didirikannya adalah Partai Amanat Bangsa (PAB). Sebuah partai terbuka, yang akan mengakomodasi seluruh potensi bangsa. Tanggal 18 Juli pagi, pak Amien kembali berkunjung kerumah pak Anwar dengan ditemani Dawam Raharjo. Saat itu juga hadir tokoh-tokoh teras PPP, diantaranya: Buya Ismail, Hasan Metareum, Aisyah Amini dan Husein Umar. Saat itu mereka menawarkan pada pak Amien untuk bergabung dengan PPP. Husein Umar menyatakan bahwa bagaimanapun PPP adalah hasil fusi dari partai-partai Islam, karena itu pak Amien sebagai salah seorang tokoh umat, mempunyai kewajiban untuk menyelamatkannya. Sementara Dawam menentang keras usulan ini, bahkan secara tegas mendorong pak Amien agar segera membuat parpol baru. Tidak ada keputusan ataupun kesepakatan dalam pertemuan itu. Tanggal 20 Juli, sedianya pak Amien untuk datang kerumah pak Anwar utuk menghadiri pertemuan dengan tokoh-tokoh Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI). Tetapi karena sangat lelah dan kondisinya kurang sehat, setelah memberikan ceramah di Jawa Timur. Pak Amien menitipkan pesan yang dibacakan dalam pertemuan itu, diantaranya; ia menginginkan partai yang akan dibentuk bernama Partai Amanat Bangsa (PAB). Menurut pak Amien kata “amanat” memiliki makna spiritual dan mengandung pesan moral yang dalam. Setelah mendengar pesan pak Amien, pak Anwar kemudian menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Ia mulai dengan, menegaskan bahwa sejak awal partai yang dibentuk dimaksudkan dapat mempersatukan umat secara bulat. “Kalau ditanya, apakah partai ini nantinya akan memperkuat PPP?”, dengan nada bertanya. Kemudian dijawabnya sendiri, “maka jawabannya, jelas tidak” Kemudian beliau melanjutkan, “apakah akan menghidupkan Masyumi?, jawabnya ada dua. “Dengan nada datar beliau menegaskan, untuk menghindari polemik yang berlarut-larut dalam masalah ini, maka disepakati secara aklamasi sebuah kompromi pertama, Masyumi tidak akan hidup kembali. Yang dituntut, hanya sebatas pemulihan nama baik saja. Kedua, nama partai yang akan dilahirkan adalah Partai Bulan Bintang (PBB). Menurut pak Anwar, saat bertemu pak Amien, ketika nama tersebut disodorkan, ia tidak berkomentar. Hal ini kemudian disimpulakan bahwa pak Amien setuju. “Tapi, anehnya, mengapa, kepada media massa kok dia menyebut Partai Amanat Bangsa terus,” katanya. Dengan nada prihatin pak Anwar melanjutkan, orang-orang Golkar mengharapkan agar ia tetap memimpin Muhammadiyah saja. ” katanya lebih lanjut. Akhirnya rapat memutuskan bahwa nama PBB tidak akan dirubah, sedangkan AD dan ART yang sudah disusun oleh tim cukup lama tidak akan dibicarakan lagi. Mengingat, keinginan untuk mendirikan sebuah Partai Islam atau partai yang bernafaskan Islam sudah muncul sejak tahun 1996. jadi, usulan dari pak Amien tidak akan dibicarakan lagi. Tanggal 22 Juli, pak Amien menghadiri pertemuan MARA di hotel Borobudur. Hadir dalam acara membahas situasi politik terakhir ini, antara lain: Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpet, Zumrotin dan Ismet Hadad. Mereka kemudian, menyimpulkan bahwa terombang-ambingnya pak Amien disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya sikap yang tegas dari MARA. Apalagi cukup lama MARA tidak mengadakan pertemuan, sehingga banyak kejadian yang tidak disikapi. Dari hasil diskusi dan evaluasi kinerja MARA, Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA memersiapkan pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan moral. Tim kecil yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian dibentuk. Tanggal 23 Juli, pak Amien bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Dalam acara tersebut hadir antara lain: Bachtiar Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal Basir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir dan Sutrisno Bachir. Yusuf Syakir yang bertindak sebagai juru bicara menyampaikan bahwa PPP kini membutuhkan “suntikan darah segar”. Bergabungnya pak Amien diharapkan akan memberikan image baru sebagai partai reformis pada partai berlambang bintang ini. Mereka berjanji akan memperjuangkan pak Amien menjadi ketua PPP pada muktamar yang dipercepat. Sekiranya pak Amien merasa kurang pas dengan lambang atau nama yang digunakan saat itu, semuanya bisa diperjuangkan saat muktamar.Pak Amien hanya menjawab, akan mempelajari dan menimbang-nimbang lebih dulu. Tanggal 27 Juli, pak Amien kembali menghadiri pertemuan MARA di Galeri Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Goenawan Mohammad, Mukhtar Pabottinggi dan Albert Hasibuan. Selesai pertemuan, diadakan konferensi pers. Dalam kesempatan ini pak Amien menyinggung lagi tentang rencana pendirian partai, ia menyebut bahwa platform partai, saat itu sedang dipersiapkan lebih lanjut, diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin oleh Mukhtar, hukum oleh Albert, sedangkan Economi oleh Anggito Abimanyu dan Faisal Basri. Seusai acara, pak Amien menemui Goenawan dan berbicara empat mata. Pak Amien menceritakan lamaran tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya. Ternyata Goenawan memberikan respon positif. Pak Amien kemudian berfikir, bagaimana mengawinkan partai yang akan dilahirkan MARA dengan PPP yang akan direformasi. Pak Amien kembali bertemu tokoh di Pondok Indah. Dalam kesempatan ini ia mengutarakan, ia tertarik untuk bergabung dengan PPP. Namun katanya, ibarat rumah, PPP perlu banyak kamarnya, diperluas ruang tamunya, diperbesar dapurnya, karena akan dihadirinya penghuni baru, tanpa menggusur yang lama. Kalau perlu labelnya diganti, agar lebih menarik. Menanggapi usulan pak Amien, Yusuf Syakir sebagai juru bicara PP, menyampakan bahwa teman-temannya untuk menjadi anggota Majelis Pakar. Usai pertemuan pak Amien langsung berangkat menuju kantornya Amin Aziz di Tebet. Disitu telah menunggu Syafi Ma’arif, Sutrisno Muhdam, A.M.Fatwa dan Dawam Raharjo. Mereka mendiskusikan untung dan ruginya membuat partai baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan partai baru maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan didirikan MARA dapat merger dengan PPP. Tanggal 3 Agustus, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Yusuf Syakir, Aisyah Amini, Tosari Wijaya, Bachtiar Hamzah, Ali Hardi Kiai Demak, Faisal Baasir dan Salahuddin Wahid. Sementara pak Amien ditemani oleh Sutrisno Bachir. Dalam pertemuan ini, kemungkinan pak Amien bergabung dengan PPP semakin kongkrit. Yusuf Syakir selaku juru bicara, menyampaikan hal-hal yang lebih lebih kongkrit dibanding pertemuan sebelumnya. Pertama, ia menyatakan bahwa Buya Ismail, Hasan Metarium sudah menyatakan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Ketua PPP. Kedua, masalah nama partai dapat ditinjau kembali, meskipun mayoritas masih ingin mempertahankan nama PPP. Ketiga, bersama pak Amien yang akan diusulkan sebagai Ketua Majelis Pakar, ada nama-nama seperti Baharuddin Lopa, Ahmad Bagja, Fuad Bawazir, Goenawan Mohamad dan Salahuddin Wahid sebagai anggota. Tanggal 5 Agustus, pak Amien menghadiri pertemuan yang dilaksanakan di Wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mohtar Mas’ud, Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet diwakili oleh Amin Aziz, Dawam Raharjo, A.M.Fatwa, Abdillah Toha dan A.M.Lutfi. Ketiga, kelompok MARA diwakili oleh Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Zumrotin, Nusyahbani Kacasungkana dan Ismed Haddad. Pak Amien berada disini sebentar, karena ia harus segera kebandara Soekarno-Hatta untuk pergi keluar negri bersama Syafi’i Ma’arif. Ada dua Agenda besar yang harus dirumuskan dalam pertemuan ini. Pertama, menyusun platform partai. Kedua, menyepakati formatur yang akan ditugasi untuk menyusun kepengurusan. Melalui voting, nama partai kemudian disepakati sebagai Partai Amanat Nasional (disingkat PAN). Ketua formatur ditetapkan M.Amien Rais, dengan delapan anggota, antara lain: Goenawan Mohamad, Zumrotin, Abdillah Toha, A.M.Lutfi, Ismed Haddad, Albert Hasibuan dan Rizal Panggabean. Sepulang dari luar negri, pak Amien diminta menandatangani “surat kesediaan” untuk duduk di Majelis Pakar PPP. Beberapa media massa menyiarkan bergabungnya pak Amien ke PPP sendiri. Dengan rencana bergabungnya pak Amien ke PPP, Mereka yang telah berkumpul di Wisma Tempo merasa gelisah mendengar berita itu. Mereka berusaha menemui pak Amien untuk mendapatkan penjelasan kebenaran berita tersebut, selain keinginan segera menyampaikan hasil pertemuan yang sudah disepakati. Saat itu pak Amien dikitari orang.orang tertentu, sehingga tidak mudah ditemui. Beberapa hari kemudian, muncul beberapa nada sumbang dari tokoh-tokoh PPP sendiri dengan rencana bergabungnya pak Amien. Selain itu, dari hasil jejak pendapat yang dilaksanakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo, ternyata mayoritas warga Muhammadiyah menginginkan Pak Amien mendirikan partai sendiri. Dari DKI Jakarta, juga datang surat resmi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang mendesak agar pak Amien mendirikan partai sendiri. Dengan perjuangan khusus, Rizal Panggabean dan A.M Fatwa akhirnya berhasil menemui pak Amien, saat bersiap-siap untuk tampil dalam sebuah acara di TV swasta. Dan mereka menyampaikan hasil pertemuan di Sirnagalih. Tanggal 13 Agustus malam, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Ada sekitar sepuluh tokoh PPP hadir malam itu. Yusuf Syakir memulai dengan sebuah kiasan, katanya “Pak Amien, ibarat orang pacaran, kini kita sudah menikah, maka itu diharapkan pak Amien tidak lagi melirik gadis lain.” Dengan kiasan juga pak Amien menjawab;” dalam Islam kan boleh kawin dua.” Pak Amien kemudian menyinggung komentar beberapa petinggi PPP yang bernada negatif tentang rencana itu. Meskipun Yusuf Syakir dan kawan-kawan berusaha meyakinkan bahwa komentar yang dimaksud bukan berarti menentang. Juga ia mengingatkan, apapun yang ingin dicapai, semua memerlukan perjuangan. Keesokan harinya, pak Amien muncul di TV mengutarakan rencananya untuk mendirikan partai baru. Sebuah partai terbuka, lintas agama dan lintas etnik. Diharapkan bisa dilaksanakan bertepatan dengan hari kemerdekaan. Tetapi, karena faktor etnis, akhirnya deklarasi baru bisa dilaksanakan pada 23 Agustus 1998, di Istora Senayan. Puluhan ribu masa berjubel menghadirinya. Puluhan tokoh-tokohnya tampil dipanggung, melambai-lambaikan tangan menyambut riuhnya tepuk tangan hadirin saat itu. Kini PAN sudah berusia enam tahun. Dalam usia belia sudah mampu melalui ujian pertamanya dengan keberhasilannya menempatkan 34 orang kadernya sebagai anggota DPR RI, sehingga PAN termasuk lima besar pemenang pemilu 1999. Tahun 2004 juga lima besar dengan 53 anggota. Ujian berikutnya, bagaimana wakil-wakil PAN berkiprah baik di DPR RI, DPRD I atau DPRD II untuk memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai yang dijanjikan ketika kampanye dulu. Kalau hal ini berhasil dilalui dengan baik, insya Allah dalam pemilu mendatang rakyat akan memberikan kepercayaan yang lebih besar pada partai reformis ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar